
Invalid Date
Dilihat 20 kali

LUBUK SABUK, DIGIDES : Gelombang penolakan terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 semakin menguat di Kabupaten Sintang. Para Kepala Desa se-Kabupaten Sintang menyatakan sikap tegas menolak aturan tersebut karena dinilai mereduksi kewenangan desa yang telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Penolakan ini disampaikan secara bersama oleh tiga organisasi desa terbesar di Sintang: APDESI Merah Putih, PAPDESI Kabupaten Sintang, dan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), Senin 1 Desember 2025.
Para kepala desa menilai banyak ketentuan dalam PMK 81/2025—khususnya terkait penggunaan dan penyaluran Dana Desa—membatasi ruang gerak desa dalam menentukan prioritas pembangunan berdasarkan hasil musyawarah desa. Di lapangan, sebagian Dana Desa bahkan tidak tersalurkan karena desa dianggap tidak memenuhi persyaratan administratif yang dinilai terlalu kaku. Di Kabupaten Sintang, tercatat 283 dari 391 desa mengalami keterlambatan atau tidak menerima penyaluran dana akibat penerapan aturan ini.
Kondisi tersebut membuat kewenangan desa dalam mengatur pembangunan menjadi tereduksi. Desa kehilangan ruang untuk menentukan program unggulan sesuai kebutuhan masyarakat, dan pemerintah desa dianggap hanya menjadi pelaksana instruksi pusat, bukan lagi subjek pembangunan sebagaimana diamanatkan oleh UU Desa.
Ketua APDESI Merah Putih Kabupaten Sintang, Hendrianus Dede, menyatakan bahwa PMK 81/2025 bertentangan dengan semangat UU Desa.
“UU Desa memberi ruang kepada desa untuk mengatur dirinya sendiri. Tapi PMK 81 justru mengambil ruang itu dengan aturan teknis yang terlalu kaku. Kami menolak karena ini melemahkan otonomi desa,” tegasnya.
Ketua PAPDESI Kabupaten Sintang, Akon menambahkan bahwa aturan yang memperlambat penyaluran dana dapat mengganggu pelayanan dasar bagi warga.
“Dana Desa tidak boleh diperlambat hanya karena aturan administratif. Kalau penyaluran tersendat, pelayanan dasar dan kegiatan pemberdayaan bisa terhenti. Ini ancaman bagi desa-desa kami, terutama yang berada di pedalaman,” ujarnya.
Di sisi lain, Ketua PPDI Kabupaten Sintang, Nyamin, menilai aturan tersebut menghilangkan ruang inovasi perangkat desa. “Desa diberi amanat untuk berinovasi. Tapi aturan ini membuat kami serba dibatasi. Semuanya harus mengikuti petunjuk pusat. Ini tidak sehat bagi perkembangan desa,” jelasnya.
Para kepala desa juga menegaskan bahwa keterlambatan penyaluran Dana Desa telah berdampak langsung terhadap pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, dana yang tersendat membuat desa kesulitan membiayai layanan dasar dan operasional pemerintahan—terutama di wilayah yang sangat bergantung pada Dana Desa seperti daerah pedalaman Kabupaten Sintang.
Melalui pernyataan bersama tiga organisasi desa tersebut, para kades menyampaikan sejumlah tuntutan penting. Mereka meminta pemerintah mencabut PMK 81 Tahun 2025, mengembalikan dan memberikan kewenangan desa sepenuhnya melalui Musyawarah Desa, menyederhanakan mekanisme penyaluran Dana Desa agar tidak memberatkan, serta membangun kemitraan yang adil antara pemerintah pusat, daerah, dan desa.
Para kades menegaskan bahwa sikap penolakan ini bukan bentuk konfrontasi, tetapi panggilan kepedulian agar kebijakan pemerintah tetap selaras dengan kebutuhan pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat. Mereka berharap pemerintah pusat mendengar suara desa dan segera melakukan evaluasi atas aturan yang dinilai tidak berpihak tersebut.
Bagikan:

Desa Lubuk Sabuk
Kecamatan Sekayam
Kabupaten Sanggau
Provinsi Kalimantan Barat
© 2025 Powered by PT Digital Desa Indonesia
Pengaduan
0
Kunjungan
Hari Ini